Oleh Ust. Abdul Hakim S, Si
Majalah Shaff Edisi 19 Th.II Oktober-Nopember 2008
"Aku beristighfar mohon ampun kepada Allah swt selama tiga puluh tahun karena mengatakan Alhamdulillâh," ujar al-Syibli rahimahullâhu Ta'ala pada suatu hari kepada muridnya.
"Bukankah ucapan Alhamdulillâh adalah pujian dan syukur terhadap Allah, mengapa mesti beristighfar karenanya?" tanya muridnya heran. "Karena ucapan itu lahir dari perasaan yang salah" jawab al-Syibli.
Maka al-Syibli pun mulai bercerita, "Tiga puluh tahun lalu aku adalah seorang pedagang kain di pasar kota Baghdad ini. Suatu hari terjadi kebakaran hebat di kota Baghdad. Merasa cemas dengan keselamatan daganganku, segera aku bergegas menuju pasar. Api pun telah membakar di mana-mana. Seluruh toko di pasar itu hangus terbakar, kecuali tokoku sendiri.
Melihat orang-orang yang tinggal di kolong jembatan, kita ingat rumah kita yang layak dan enak, maka kita pun mengatakan Alhamdulillâh.
Jika ucapan ini lahir dari rasa senang terhadap nikmat yang kita dapatkan tanpa ada rasa prihatin terhadap penderitaan orang yang tidak punya tempat tinggal itu, maka kita harus beristighfar memohon ampun kepada Allah atas tidak pekanya perasaan kitaMelihat orang lain yang menderita kelaparan, kita ingat bahwa kita selalu mendapatkan makanan setiap hari, lantas kita mengatakan Alhamdulillâh.
Nabi saw bersabda,
لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
Tidaklah beriman seseorang sampai ia menyukai kebaikan bagi saudaranya seperti ia menyukai kebaikan untuk dirinya sendiri." (HR. al-Bukhari, Muslim, al-Nasai dan al-Tirmidzi dari Anas bin Malik ra)
Artinya jika kita senang perut kita kenyang maka jika ada orang lain yang kelaparan maka terasa perihlah hati kita dan kita pun rela berbagi makanan dengan mereka. Itu tandanya ada iman di hati kita.
Jika kita senang tubuh kita sehat, melihat orang lain yang sedang sakit terasa perihlah hati kita dan terdorong untuk meringankan penderitaan orang itu. Ini tandanya ada iman di hati kita.
Puasa Ramadhan mengajarkan kita arti lapar dan haus. Kita berpuasa, ada makan sahurnya dan ada berbukanya. Kita berpuasa hanya tiga belas setengah jam di siang hari, bukan sehari semalam. Kita berpuasa hanya sebulan dalam satu tahunnya, bukan sepanjang tahun. Puasa kita memang singkat, tetapi tafakur kita lah yang harus sangat panjang. Tafakur panjang membuat mata dan telinga hati kita mendengar dan melihat jeritan derita orang di sekitar kita.
Tidak sedikit orang yang berpuasa dua puluh empat jam dalam satu hari, tanpa makan sahur tanpa berbuka. Mereka berpuasa karena memang tidak ada makan. Jika kita menderita karena menahan lapar dan haus dalam waktu yang tidak terlalu lama, mereka pasti jauh lebih menderita karena kelaparan yang sudah terlalu lama.
"Tidaklah beriman seseorang sampai ia menyukai kebaikan bagi saudaranya seperti ia menyukai kebaikan untuk dirinya sendiri."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar